Rabu, 10 Oktober 2012
[un]affair, [un]forgetable, [un]predictable, review Ary Yulistiana (penulis 100th Dragonfly)
Sebuah
catatan kecil dari novel [un]affair
karya Yudhi Herwibowo
Ihwal terbitnya novel ini
saya ketahui dari kolom berita sebuah surat kabar lokal, yang memuat profil
penulisnya. Dalam kesempatan tersebut, sang penulis (siapa lagi kalau bukan Yudhi Herwibowo)
mengatakan akan segera meluncurkan novel berikutnya yang bergenre cinta. Diakuinya
novel tersebut merupakan novel pertamanya yang bergenre cinta, ehm. Langsung terbayang di benak saya
deretan karya penulis yang sungguh baik hatinya itu, mulai dari cerita humor,
roman sejarah, sampai kisah-kisah inspiratif.
Dan pada sebuah akhir
pekan, saya mencari buku tersebut di Gramedia. Karena malas mencari secara
langsung karena banyaknya display di berbagai rak dan meja, dan sedang
terburu-buru, saya langsung menuju ke komputer yang ada di tengah ruangan untuk
melacak keberadaan buku tersebut. Perlu beberapa kali ketik juga ketika
pencarian. Karena
bila hanya diketik unaffair demikian,
maka tidak bisa muncul judul bukunya.
Akhirnya
ketemu juga novel tersebut. Ilustrasi
covernya sederhana dan bersahaja (itu menurut saya). Sebuah sudut ruangan
berlantai papan, dibatasi tembok dengan cat yang mengelupas di beberapa bagian,
terkesan dingin, sunyi, dan lapuk. (Nantinya barulah saya memahaminya; Rasanya
cukuplah desain cover novel tersebut semuram suasana hati saya selepas menyelesaikan
kisah sendunya.)
Namun pada saat yang bersamaan tersaji antitesis berupa sofa modern minimalis
yang bagus dan bersih, dan... sepasang stiletto
merah mengilat.... Sungguh memunculkan banyak dugaan.
Daftar isi yang tersaji,
hm, juga tampil beda. Yang biasanya identik dengan kalimat pendek, di novel
tersebut daftar isi berupa kalimat-kalimat majemuk yang dinukil dari tiap
bagian. Soal jalan ceritanya, saya hanya akan menuliskan
sedikit saja, mengingat sudah banyak review sebelumnya atas buku ini.
Terkisah lelaki sederhana
bernama Bajja (yang langsung mengingatkan
saya pada Wajja, salah satu tokoh di
novel Menuju Rumah Cinta-Mu) seorang desainer grafis yang terjebak dengan
perasaannya sendiri untuk menjalin kisah dengan gadis bernama Arra. Bermula dari perjumpaan
tidak sengaja di
dekat palang kereta, berlanjut saat Arra memesan cetak digital buku di kantornya, lalu
di kafe V dan pertemuan-pertemuan sendu di rumah kontrakannya, kisah Bajja dan
Arra terangkai dengan tidak sederhana. Antara kesedihan, kegamangan dan
kerinduan, namun terbungkus dengan romansa, perhatian yang manis, desir yang
menyeruak, dan rinai hujan yang kerap menjadi sutradara atas kebersamaan
mereka.
Bajja, lelaki yang
membiarkan dirinya untuk menuruti apa yang terjadi. Membiarkan pintu ruang
hatinya terbuka dan membiarkan banyak hal begitu saja memporak-porandakan
isinya.
Termasuk pada saat Canta, kisah cintanya yang lama, masuk
kembali begitu saja ke ruang hatinya. Sesungguhnya Bajja tak pernah benar-benar
sanggup menutup pintu hatinya. Hingga Arra dan Canta berada pada sudut yang tak
pernah diduganya.
Novel yang teramat sendu,
teramat menyedihkan. Kepiawaian penulis menyajikan plot dan setting sudah tidak
diragukan lagi
karena begitu banyaknya karya yang telah ditulis. Membaca halaman demi halaman,
saya seakan berada di tempat-tempat dimana mereka berada. Di dekat palang
kereta, di kesibukan kantor Vanila Ice Design, menonton Everton di V,
kedinginan berhujan-hujan, juga di rumah kontrakan berarsitektur lawas yang
berdinding tinggi dan nyaman. Namun di akhir cerita, saya masih juga bertanya-tanya,
luka apa sebenarnya leher Arra ketika itu, dan, lelaki bertato kuda berlari di
lengan kanan; siapa dia dan bagaimana?
Dengan kepiawaian sang
penulis, apalagi yang bisa ditawar dari novel ini? Rasanya tidak ada. Kalaupun
ada, barangkali hanya hal yang tidak terlalu penting dan subyektif dari sudut
pandang saya (haha, tentu saja). Subyektivitas saya antara lain: Ketika membaca
novel ini, dalam beberapa bagian saya sedikit terganggu dengan gurauan yang
coba dihadirkan oleh penulis. Terutama pada dialog antara Bajja dan Wara, teman sekantornya. Rasanya malah
kurang pas untuk dibaca, misalnya pada dialog “cinta akan membawamu kembali” yang kemudian ditambahkan
kalimat “hutang akan membawamu kembali”,
atau pada bagian “Tuyul dan Mbak Yul”
Entah kenapa dialog antara Bajja dan Wara tersebut terasa mengganggu dalam beberapa bagian. Novel ini
mungkin disajikan secara simpel dan santai, namun bila gurauan-gurauan tersebut
dihilangkan, rasanya tetap akan bisa tercipta suasana cair dan akrab antara
Bajja dan Wara.
Kemudian, karakter tokoh
yang ada seharusnya bisa lebih diperkuat lagi. Nama Bajja, Wara, Canta,
Arra, rasanya sebanding dengan nama Pak Hangga, Mbak Fati, lalu Vae. Penguatan karakter mungkin dapat dilakukan dengan pemberian
makna dan pemberian nama panjang untuk tokoh utama. Sementara nama-nama tokoh
dalam novel terkesan asing dan kurang dimaknai –kecuali Bajja yang dijelaskan
karena keinginan dan harapan orang tua Bajja-. Bagi saya, karakter tokoh sangat
bertalian dengan nama yang disandang.
Hal lain yang sangat sepele
dan tidak mengurangi keindahan cerita adalah penulisan beberapa kata ulang.
Misalnya penulisan kata “....menemukan e-book-e
book menarik....” (hal.16) mungkin
bisa disederhanakan dengan “....menemukan berbagai e-book menarik...”, lalu pada dialog halaman
61, “ ...apakah aku masih menyimpan
mie-mie itu?”, mungkin lebih enak dibaca “...apakah aku masih menyimpan mie?”. Juga pada penggunaan kata
pada hal. 162 mengenakan jubah dokternya
mungkin lebih pas mengenakan jas
praktiknya. Dan beberapa penulisan kata yang sungguh teramat sepele dan
tidak mengganggu jalannya cerita.
Apapun, novel ini berhasil
mengaduk emosi pembacanya, dan memaksa menuntaskan membaca hingga akhir cerita.
Entah dengan meneteskan air mata, ataupun menarik nafas dalam-dalam untuk
menenangkan hati atas sendunya cerita... Bravo...!
[un]affair, review Dion Yulianto di Baca Biar Beken!
Judul : (Un)affair
Pengarang : Yudhi Herwibowo
Editor : Anton WP
Cetakan : Pertama, 2012, 172 halaman
Penerbit : BukuKatta
Apakah itu sebuah affair ketika dalam cerita indah itu kedua insan sama-sama mengetahui posisinya masing-masing? Layakkah cinta yang begitu lembut antar dua insan yang berbeda—yang tidak menuntut apa-apa selain sebuah sofa dan rumah kontrakan nan teduh sebagai tempat berteduh dan meluapkan cerita—boleh didakwa sebagai perselingkuhan? Jikalau memang itu harus dianggap demikian, maka alangkah benar jika cerita dari kota Sendu itu diberi judul “perselingkuhan yang tidak adil” unfair affair --> (Un)affair
Unaffair adalah kisah tentang Bajja dan Arra, dan Wara, dan Vae, dan akhirnya, Canta. Kelima tokoh dari Kota Sendu yang banyak turun hujan inilah yang mewarnai satu lagi kisah tentang cinta tak kesampaian yang berawal dari sebuah sofa. Adalah Bajja, seorang karyawan penyuka hujan yang tiba-tiba kedatangan sosok wanita asing bernama Arra. Ketika itu, Arra hendak mencetak buku untuk kekasihnya di kantor Bajja. Keunikan dan kemisteriusannya membuat hati Bajja yang dulunya sekeras baja semenjak perginya Canta menjadi luluh, perlahan demi perlahan. Sebuah sofa usang di rumah kontrakan Bajja menjadi saksi tumbuhnya jalinan bukan-cinta-tapi-lebih-dari-sekadar-sahabat antara keduanya. Di mana hubungan unik antara keduanya itu digambarkan dengan indahnya melalui syair-syair narasi dalam novel kecil ini.
kita bagai kupu-kupu …
aku kupu-kupu dengan sepasang sayap yang rapuh
berharap engkau terus mengiringiku terbang
menjaga sewaktu-waktu aku jatuh (hlm 85)
Lalu, keputusan itu pun datanglah. Si wanita pecinta sofa itu akhirnya pergi, sebagaimana Canta pergi meninggalkan Bajja. Dan kegalauan pun mulai melanda, yang untungnya tak lama. Sebuah kembang dari masa lalu Bajja kembali mekar menghampiri. Adalah Canta, yang memutuskan untuk tinggal di kota Sendu, demi menikmati ketenangan dan hujannya--yang senantiasa turun. Dan, Bajja pun mendapatkan semangat dan pola hidupnya kembali, hanya untuk kembali digoyahkan oleh kedatangan kembali Arra ke Kota Sendu. Demikianlah cerita itu terus bergulir. Lalu, apakah Bajja akan kembali kepada Arra, ataukah tetap mempertahankan Canta? Biarkan Unaffair yang akan menjawabnya.
Membaca Unaffair seperti mengingatkan saya dengan pembacaan cerpen. Entahlah, tapi bagi saya aroma sebuah cerpen terasa begitu kuat dari novel yang nyatanya ada beberapa bab ini. Mungkin, saya terlalu membandingkannya dengan karya-karya Mas Yudhi yang terdahulu, terutama yang kumpulan cerpen. Sungguh, rasa sastra itu begitu kental menguar dari lembar-lembar Unaffair, menjadikannya semacam affair yang indah, yang tidak tabu, yang sangat nyaman.
Unaffair menggunakan bahasa baku yang cenderung formal. Tidak banyak kata gaul apalagi alay yang bersliweran dalam novel kecil ini, bahkan pada candaan si Wara yang agak gokil itu. Namun, keteraturan dan kebakuan itu bukannya membuat kaku tapi justru memperindah novel ini, seolah-olah “mengklasikkannya”. Pembaca akan tetap mampu menikmati ceritanya terlepas ari penggunaan kata-kata lengkap seperti “engkau” dan “mengudak-udaknya”.
Hal lain adalah banyaknya bertebaran kalimat-kalimat reflektif yang membuktikan bahwa si penulis memang seorang pengamat kehidupan yang piawai. Di sela-sela romansa dunia Bajja, terselip pandangan penulis tentang ironisnya promo penjual nisan (“beli satu bonus satu”), atau tentang universalitas musik,
“musik mungkin universal, tapi kisah di balik lagu itulah yang membuatnya semakin diterima. Itu artinya sebuah kejaidan seperti dalam lagu itu ternyata terjadi pula di tempat-tempat lain. Jadi seseorang tidak perlu terlalu sedih akan sesuatu, karena di tempat lain pun, ada orang yang bersedih karena hal yang sama.” (halaman 107)
atau tentang pengaruh antara seseorang terhadap lingkungannya
“Aku bisa memaklumi. Kadang sesuatuyang ada di sekitar kita, akan kita bentuk seperti diri kita” (halaman 144) *membacanya sambil melirik timbunan di pojokan #eh
Ciri lain dari Mas Yudhi yang banyak bertebaran di buku ini adalah penggunaan kalimat-kalimat yang pendek dan seolah terpotong, seperti melambangkan jeda atau ada sesuatu efek yang hendak ditekankan. Dan, Mas Yudhi mampu menerapkan kata-kata berefek ini dengan begitu bagus sehingga bahkan seorang editor seperti saya (hasyah) abaii—yang sebenarnya sudah lazim dalam fiksi.
Mari kita akhiri pembacaan resensi ini dengan satu kutipan galau tapi indah dari salah satu halaman novel ini.
aku bagai mawar merah yang luka
namun tetap merah menyala
karena warna itu sudah kupilih
untukmu, seberapa pun aku luka (hlm 38)
http://dionyulianto.blogspot.com/2012/09/unaffair.html
[un]affair, review Alvina Vanila
Judul Buku :[un]affair
Penulis : Yudhi Herwibowo
Editor : Anton WP
Penerbit : Bukukatta
Tebal : 172 halaman
ISBN : 978-979-1032-78-0
Pernahkah kamu bertemu seseorang di suatu tempat umum, secara tak sengaja entah kenapa bayang wajahnya ada terus di pikiranmu. Bukan mengganggu, sampai suatu hari lagi kalian berjumpa di tempat yang lain, lalu kamu semakin penasaran dengan orang itu, mengapa kalian selalu bertemu?
Bajja pernah mengalami perasaan seperti itu terhadap seorang wanita bernama Arra. Pertemuan pertama mereka sebenarnya hanya sambil lalu di sebuah pemberhentian rel kereta, lalu mereka bertemu lagi di kantor Bajja ketika Arra ingin mencetak sebuah buku tulisannya sendiri. Buku yang sangat spesial, sepertinya, sampai Bajja terkadang merasa risih ketika tak sengaja membaca isi di dalamnya. Memang Arra sendiri sudah berpesan agar buku itu jangan dibaca, tapi tentu saja rasa penasaran ditambah keperluan me-layout membuat Bajja sesekali membaca isinya.
Walau menyilaukanYa, sepertinya buku itu memang buku spesial yang dibuat Arra khusus untuk orang terkasihnya. Tetapi ternyata selama proses buku itu di-layout dan dicetak, Arra seperti mengalami masalah dalam hubungannya dengan si kekasih tersebut.
Pada satu matahari aku akan menuju
Seringkali Arra datang ke rumah kontrakan Bajja dan tidur nyaman di sofanya. Meski kedatangan Arra tiba-tiba, dengan raut muka duka, dan masih ada sisa air mata, tapi Bajja memilih diam dan membiarkan Arra menikmati waktunya sendiri. Dan itu terjadi berulangkali, saat malam sepi, gerimis menepi.
Perlahan Bajja sadar bahwa ia menyukai Arra. Yah, meski rasa sukanya lebih dari sekadar sahabat biasa, tapi Bajja begitu menghormati Arra. Ia juga tak berani menyatakan perasaannya, secara ya, Arra kan udah suka sama seseorang.
Suatu hari Arra menghilang dari kehidupan Bajja, sebesar apapun rasa rindu di hati, tapi Bajja tak pernah bertemu lagi dengannya. Yang ada malah kehadiran Canta, mantan kekasih Bajja yang mencoba kembali lagi ke kehidupan Bajja.
Adakah Bajja akan kembali ke Canta? Atau ia malah setia menunggu Arra?
Sebuah jalinan cerita yang manis dengan sentuhan kesenduan di setiap halamannya. Pasti asyik dibaca waktu gerimis, waktu senja, atau sekadar menunggu waktu. Jalan ceritanya ringan, meski bahasanya khas Mas Yudhi (puitis-melankolis) membuat segala hal yang sebenarnya biasa menjadi bacaan yang istimewa.
Tokoh Bajja yang sabar, kalem, pemalu disandingkan dengan Arra yang misterius sehingga membuat penasaran pembaca bagaimana akhir kisah mereka.
Satu kutipan yang saya suka,
Kupikir senja menjadi indah bila kita memiliki jeda untuk tak melihatnya.
http://www.facebook.com/notes/alvina-vanila/unaffair/10151260888549458
Kisah Cinta Terlarang Paling Dikenang Sepanjang Masa, review Mezza Hafizhah Nirwanto
Penulis : Anton WP
Desain cover : Satriya Adhi
Layout isi : Yudhi Herwibowo
Penerbit : bukuKatta
ISBN : 978-979-1032-75-9
Cetakan Pertama : 2012
Tebal : 128 hlm
Semua orang pernah jatuh cinta, itu artinya semua orang punya kisah tentang cinta. Namun kisah cinta dari masing-masing orang tentunya berbeda. Awal pertemuan yang berbeda, dan akhir yang juga berbeda. Namun yang sama dari semua cinta adalah pengaruhnya yang menggetarkan jiwa dan dahsyat luar biasa. Pengaruh cinta inilah yang membuat lahirnya cinta dengan label "terlarang". Karena cinta memang memaksa untuk diperjuangkan dan menentang penghalang tanpa menghiraukan keselamatan.
Buku ini membahas tentang cinta dengan label yang saya sebutkan di atas. Sebuah jenis cinta yang memaksa memori kita untuk menerima bahwa cinta memang punya kuasa.
Pyramus dan Thisbe
Kisah pertama muncul dari dua remaja yang semenjak kecil bersahabat erat. Mereka adalah Pyramus dan Thisbe. Namun benih-benih cinta yang tumbuh itu harus tersadar akan takdir yang ada dihadapan mereka. Sebuah takdir yang menghalangi cinta mereka. Orang tua keduanya bermusuhan sejak lama. Permusuhan itu sudah terjadi secara turun temurun di antara keluarga mereka. Lewat lubang kecil di temboklah cara mereka menepis rindu yang menggelayut dalam jiwa. Mereka berusaha bersatu, namun takdir berkata tak bisa dengan mengirimkan seekor singa.
Paris dan Helen
Seorang pemuda bernama Paris yang berasal dari Troya ditugaskan untuk menjadi duta besar di Sparta. Sejak kedatangannya di Sparta, ia amat terpesona dengan kecantikan Helen, istri Menelaus raja Sparta yang digadang-gadangkan sebagai titisan Dewi Aphrodite dan wanita tercantik di dunia saat itu. Karena cinta terlarang diantara keduanya itulah timbul sebuah perang besar antara Kerajaan Troya dan Sparta. Namun kedua raga yang saling mencinta itu tak jua bisa bersatu dan hidup bahagia.
Tristan dan Isolde
Akibat pertaruangan hidup dan mati melawan seorang duke dari Irlandia bernama Morholt, Tristan harus mengalami luka pedang yang membuatnya mati secara perlahan. Morholt bilang luka itu hanya bisa disembuhkan oleh Isolde, keponakannya, putri dari Raja Anguin. Dengan kepiawaiannya bermain harpa, Tristan menyamar menjadi Tantris yang akhirnya diangkat menjadi guru bermain harpa Isolde. Isolde bersedia mengobati luka Tristan. Isolde tidak mengetahui bahwa orang yang dia tolong adalah pembuhuh pamannya. Benih-benih yang timbul dari hati mereka nyatanya lebih berkuasa dibandingkan dengan dendam yang tertanam di hati Isolde. Namun takdir selalu berkata lain. Sampai akhir hayat, mereka tak bisa bersatu.
Lancelot dan Guinevere
Loncelot du Lac, seorang Ksatria Meja Bundar yang mulai sadar bahwa ia mencintai permaisuri Raja Arthur, raja dari Camelot yang bernama Guinevere. Keduanya sering memadu kasih ketika Raja Arthur tidak berada di Camelot. Taktik yang licik semakin memberi bumbu pada kisah dua insan ini. Namun pada akhirnya mereka memutuskan untuk saling menutup hati.
Paolo dan Francesca
Setelah bertahun-tahun bermusuhan akhirnya Guido da Polenta sang penguasa Ravenna, ayah Francesca menandatangai perjanjian damai dengan Malatesta da Veracchio penguasa Rimini. Ayah Francesca bersama penasihatnya mempunyai ide untuk menjodohkan Francesca dengan Giovanni, pewaris Malatesta agar hubungan dari kedua kerajaan semakin erat. Karena Giovanni buruk rupa, akhirnya ia mengutus adiknya Paolo untuk melamar Francesca dan mewakilinya menikah. Namun dalam hati Paolo merasa tidak rela bila Francesca jatuh ketangan kakaknya. Mereka berdua pun melakukan hubungan terlarang. Gejolak cinta membawa mereka pada kisah yang lagi-lagi berujung kematian.
Romeo dan Juliet
Perseteruan dua keluarga yakni Montague dan Capulet tak menyurutkan niat Romeo untuk menyatakan cintanya pada Juliet yang ternyata diam-diam juga menyukainya. Namun Juliet bagai disambar petir ketika ayahnya berkata bahwa ia akan dinikahkan dengan Count Paris. Perjuangan demi perjuangan dilakukan keduanya agar bisa menyatukan cinta mereka. Dalam buku ini, kisah ini adalah kisah pertama yang saya lihat dalam bentuk filmnya. Sangat tragis dan mengharukan.
Ada beberapa kisah yang memang baru pertama kali saya ketahui. Namun penulis bisa menerangkan kisah tersebut dengan ringkas, sehingga mudah dipahami inti peristiwa dari masing-masing cerita. Sebenarnya masih ada banyak kisah cinta terlarang yang terkenang di benak saya, namun sayangnya tidak ada di buku ini. Tapi dari keenam kisah ini kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa betapa hebatnya pengaruh cinta itu dalam kehidupan manusia.
Ini semua akhirnya bukan hanya semata-mata tentang cinta, namun juga tentang kesetiaan pada sebuah pilihan dan membuka pandangan kita tentang makna cinta itu sendiri. (hlm 4)
Tokoh-Tokoh yang Dibesarkan Misteri, review Febrie Hastiyanto*
Sebagai seorang individu yang dilahirkan dengan keterbatasan-keterbatasan, kita dikaruniai Tuhan perasaan kagum. Kagum pada benda-benda, tertarik pada fenomena, simpati kepada orang lain yang memiliki sesuatu yang tidak kita miliki. Kita kemudian menyebut orang yang memiliki sesuatu yang tidak kita miliki sebagai orang besar. Orang-orang besar membangun kebesarannya dengan prestasi. Orang besar yang menjalani hidupnya penuh tragi kita tangisi. Tragedi-tragedi orang besar semakin membesarkan kebesarannya. Tragedi, kisah hidup dan bumbu-bumbunya tak jarang diselimuti misteri. Misteri tak membuat orang besar merosot kebesarannya. Dibalut misteri, orang besar mewujud dalam mitologi. Kita menjadi ragu akan kebesaran orang besar sekaligus kita semakin ingin mendalami kehidupan orang besar. Misteri dan mitologi menjadi konsumsi dahaga pengetahuan. Lahirlah buku-buku yang bertutur mengenai misteri-misteri orang besar. Salah satunya Manusia-Manusia Paling Misterius di Indonesia yang ditulis Anton WP (Bukukatta, 2012).
Kagum pada Misteri
Apa yang Anda bayangkan dari sosok Gajah Mada, ketokohan Syekh Siti Jenar, nama besar Tan Malaka hingga karya-karya Ronggowarsito? Manusia memang ditakdirkan sebagai makhluk yang mudah bosan dan tak pernah puas akan pengetahuan. Mulanya orang ingin mengetahui sejarah tokoh-tokoh nasional ini. Peneliti-peneliti dari tanah air maupun luar negeri kemudian tekun mengkaji riwayat hidup, dan karya sang tokoh. Pemikiran dan tindakan mereka menginspirasi banyak orang, menjadi peta jalan kehidupan orang-orang yang haus pengetahuan, bahkan tak jarang dikodifikasi menjadi ideologi nasional.
Mungkin lelah menguliti karya sang tokoh atau hendak memperoleh pengetahuan baru, sebagai makhluk yang selalu ingin tahu, hal-hal persona sang tokoh pun menjadi pesona. Tokoh-tokoh yang besar ini mulai digugat kebesarannya. Herannya, semakin digugat, kebesaran sang tokoh tak semakin pudar justru semakin mempesona.
Saat publik telah menguliti karya Sumpah Palapa Gajah Mada yang terkenal hingga menjiwai perjuangan nasional kita, orang kemudian bertanya-tanya: siapa sesungguhnya Gajah Mada. Dari mana asalnya, siapa keluarganya, di mana kuburnya. Misteri Gajah Mada kemudian dimulai. Pertanyaan dan pernyataan dilontarkan, seringkali keduanya saling berbantahan. Ada yang menyebut Gajah Mada keturunan Dewa Brahma, yang lain menyangkal dan menyebut Gajah Mada justru keturunan gadis desa yang dinikahi oleh Raden Wijaya secara tak resmi. Pendapat lain mengklaim Gajah Mada keturunan Mongol, buah pernikahan sisa prajurit Mongol yang menyerang Singasari pada tarikh 1293 M. Misteri Gajah Mada menjadi kontroversi ketika mulai membahas Perang Bubat, peristiwa tragi-romantik antara Raja Hayam Wuruk dari Majapahit dengan Dyah Pitaloka Citratesmi dari Negeri Sunda. Perspektif-perspektif saling mewarnai, meskipun konfirmasi tak kurang-kurang dilakukan peneliti. Perspektif yang diwariskan ratusan tahun menjadi keyakinan. Buku yang ditulis Anton WP mampu menjelaskan secara runtut segala misteri dan kontroversi termasuk mengapa saat ini tidak ada Jalan Gajah Mada di Jawa Barat.
Masih ada Sjam dan kawan-kawan
Selain misteri Gajah Mada, Anton WP masih melengkapi bukunya dengan misteri tokoh-tokoh lain, seperti Hang Tuah, Ronggowarsito, Sjam Kamaruzaman, Syekh Siti Jenar, Tan Malaka, Si Pitung, Supriyadi, Kahar Muzakar, Hang Tuah dan Sudjana Kerton. Nama yang terakhir memang tidak sepopuler nama-nama sebelumnya. Sudjana Kerton ditambahkan Anton WP untuk menggambarkan misteri UFO di Indonesia. Unidentified Flying Object (UFO) atau Benda Terbang Aneh (Beta) saja sudah diselimuti misteri tersendiri, dan Sudjono salah satu orang Indonesia yang mengaku tak hanya melihat tetapi juga pernah diculik UFO.
Tamasya misteri sejarah yang disuguhkan Anton WP dalam bukunya tak diakhiri dengan misteri. Apakah Ronggowarsito telah mengetahui tanggal kematiannya, atau benarkan Sjam agen ganda dalam kisruh 1965 termasuk siapakah Hang Tuah, laki-laki atau justru perempuan, dijawab Anton WP dengan lugas dalam karyanya. Anton WP menulis secara komprehensif berbagai perspektif yang ada meskipun kesimpulan tetap menjadi hak prerogratif anda, Pembaca. Hanya sedikit kerja kepenulisan yang perlu ditambahkan Anton WP: menyertakan sumber referensial materi kepenulisannya. Referensi akan memudahkan pembaca untuk meneliti lebih lanjut kemisteriusan tokoh-tokoh yang ditulis dalam bukunya, meskipun Anton WP mungkin memaksudkan bukunya sebagai bacaan populer yang meskipun tak menyertakan referensi tetap tak mengurangi bobotnya.
*Alumnus Sosiologi FISIP UNS. Kontributor pada Rumah Baca.
Langganan:
Postingan (Atom)