Tak keliru bila cerdik cendekia mengatakan bila hidup adalah misteri. Namun rupanya sudah menjadi tabiat manusia, bila sesuatu yang samar, atawa diliputi misteri justru menarik untuk dikaji. Ketidaktahuan kemudian menjadi tamasya intelektual yang mengasyikkan. Oleh rezim kapitalisme misteri kemudian sekaligus direproduksi, dibumbui dengan rupa-rupa tragedi, epik, romatisme, dan ketakberdayaan yang mengharukan. Ketidaktahuan dibuka, namun sekaligus diselimuti dengan ketidaktahuan itu sendiri. Ketidaktahuan dirayakan, dan pada saat yang sama ketidaktahuan disimpan rapat-rapat. Jadilah apa yang saya sebut sebagai entertainigma: menghibur dengan misteri, misteri yang menghibur. Sahabat saya Eka Nada Shofa Alkhajar membedah misteri-misteri yang paling ingin diketahui manusia ini dalam bukunya Manusia-Manusia Paling Misterius di Dunia: Menguak Mitos dan Legenda (Bukukatta, 2012). Sebelumnya Eka telah menulis buku dengan semangat merayakan kepenasaran publik pada isu kepahlawanan melalui buku pertamanya Pahlawan-Pahlawan yang Digugat: Tafsir Kontroversi Sang Pahlawan (Bukukatta, 2008).
Dalam kajian cultural studies, legenda, mitos, maupun fakta yang terselubungi legenda dan mitos sebagai produk budaya telah menjadi media produksi yang selalu dikomodifikasi melalui rupa-rupa produk kebudayaan: film, lagu, novel, game, komik, hingga paket wisata. Fakta yang diselubungi mitos dan legenda itu antara lain kisah Jack the Ripper, pembunuh pelacur diLondon yang sadis sekaligus belum terungkap hingga kini. Jack the Ripper terkenal karena diduga telah membunuh 11 pelacur dengan detail pembunuhan yang menyesakkan kemanusiaan kita: masing-masing korban dimutilasi, sayatan dan tusukan “ambisius” di sekitar perut dan kemaluan, organ-organ dalam seperti ginjal, usus maupun jantung yang terburai atau di letakkan di sisi korban.
Kengerian publik London antara 3 April 1888 hingga 13 Februari 1891 berakhir antiklimaks. Banyak spekulasi, teori, bantahan, argumentasi baru terhadap Jack the Ripper yang bermuara pada pertanyaan: siapakah dia? Hingga kini jati diri Jack the Ripper belum terungkap secara memuaskan oleh publik, selain kenyataan Kepolisian London memang tak pernah berhasil mendakwa seorang pun sebagai Jack the Ripper. Sejumlah kemungkinan “tersangka” dialamatkan pada banyak pihak. Sebagian kalangan yakin pelakunya keluarga kerajaan Inggris bergelar pangeran. Sebagian lagi percaya pelakunya dokter bedah, tukang jagal, pelaut yang frustasi hingga Lewis Carrol, penulis Alice in Wonderland.
Enigma semakin ngeri-ngeri sedap ketika muncul keyakinan kepolisian Inggris bukan tak berhasil menemukan pelaku. Komisari-komisaris Kepolisian London sesungguhnya telah mengetahui jati diri Jack the Ripper, namun menahan diri untuk mempublikasikan siapakah gerangan Jack the Ripper untuk menjaga masyarakat dari goncangan psikologis akibat publisitas itu. Teori lain menyebutkan Jack the Ripper sesungguhnya hanyalah bualan. Benar, bahwa terjadi rangkaian pembunuhan selama hampir 3 tahun di London namun masing-masing sesungguhnya tak memiliki keterkaitan.
Harian The Star dianggap melakukan rekayasa pemberitaan dengan mengekspose kejadian “kriminal biasa” ini, termasuk memberi nama Jack the Ripper melalui surat bertulis-tangan yang mengaku sebagai pembunuh yang selama ini dicari. Surat itu ditandatangangi oleh Jack the Ripper, sehingga publik London tahu siapa (nama) pelakunya, tetapi tak pernah tahu siapa orangnya. Analisis pakar tulisan tangan Elaine Quigley menyebutkan surat Jack the Ripper sesungguhnya ditulis Frederick Best, wartawan The Star. Dugaan ini hingga kini masih menyisakan misteri, namun yang pasti The Star pernah mencatat oplah sebanyak 232.000 eksemplar ketika menurunkan berita-berita sensasional mengenai Jack the Ripper. Angka 200 ribu lebih eksemplar tentu jumlah yang signifikan untuk sebuah penerbitan di akhir abad XIX.
Eka dalam bukunya masih bercerita soal banyak hal. Diantaranya siapakah jatidiri Man in the Iron Mask yang ditemukan tinggal kerangka terantai di dinding Penjara Bastille, saat penjara itu diserbu rakyat ketika Revolusi Perancis dimulai. Apakah Man in the Iron Mask benar saudara kembar Louis XIV? Masih ada kisah Nostradamus, penulis The Centuries yang berisi 1.000 sajak empat baris penuh makna yang sekaligus mengukuhkannya sebagai “Sang Pelihat”. Nostradamaus dianggap peramal paling penting yang mampu memprediksi banyak peristiwa seperti Perang Dunia II hingga robohnya menara kembar WTC. Tak ketinggalan Eka mengupas legenda yang “merecoki” fakta mengenai King Arthur, Raja Inggris pada zaman pertengahan (medieval) bahkan lebih lawas lagi: Arthur diyakini hidup pada akhir abad V Masehi hingga awal abad VI Masehi. Meskipun telah lama meninggal sejumlah kalangan percaya King Arthur akan kembali menjadi penyelamat tatkala Inggris berada dalam bahaya.
Sabagi Master Komunikasi yang menyelesaikan studi dengan predikat cumlaude, Manusia-Manusia Paling Misterius di Dunia ditulis oleh Eka dengan memikat. Kajian cultural studies sebagai pengantar buku ini juga menarik karena Eka mampu menggambarkan bagaimana gurita kapitalisme mampu mempengaruhi peradaban manusia hari ini, dengan skema, pola, dan modus operandi yang tak terbayangkan sebelumnya. Meskipun kesan bahwa kepustakaan buku ini banyak diunduh dari dunia maya (internet) tak terhindarkan, Eka menjauhkan bukunya dari kesan copy dan paste belaka. Eka melakukan verifikasi teks dan konteks dengan teliti, melakukan teknik trianggulasi ketika melakukan kritik intern dan kritik ekstern atas referensinya. Referensi berbahasa Inggris semakin melengkapi kajian Eka, selain dapat pula dimaknai sebagai “sumber primer” apalagi setting kisah-kisah manusia misterius ini memang banyak terjadi di Eropa. Melalui buku ini Eka mengajak kita merayakan entertainigma melalui bukunya yang nyaris tanpa cela.
Febrie Hastiyanto, Kontributor Rumah Baca, dan bergiat dalam Kelompok Studi Idea Tegal. Alumnus Sosiologi FISIP UNS.
http://rumahbaca.wordpress.com/2012/05/15/entertainigma-hiburan-dalam-misteri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar